Hukum Menjadikan al-Qur’an sebagai Jimat (Tamimah)



Pertanyaan

Apa hukum menjadikan al-Qur’an dan selain al-Qur’an sebagai Jimat (Tamimah)?

Jawaban

Menggunakan sesuatu selain al-Qur’an seperti tulang-belulang, mantra-mantra, al-wada’a (jimat yang diambil dari hewan dan benda laut) atau bulu binatang buas dan yang semisalnya sebagai jimat (tamimah), maka perbuatan seperti ini adalah perbuatan mungkar yang diharamkan oleh nash (dalil) syariat. Tidak boleh menggantungkannya (sebagai jimat), baik kepada anak-anak maupun kepada selain mereka.

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ
Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya. Dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat yang lain, Rasulull shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, sungguh dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad)
Adapun, apabila menggunakan al-qur’an dan do’a-do’a tayyibah (yang baik) yang makruf (sudah dikenal). Maka di sini para ulama berbeda pendapat (tentang kebolehannya). Pendapat pertama mengatakan, boleh menggantungkan (al-Qur’an dan doa tayyibah) sebagai tamimah. Hal ini diriwayatkan oleh sejumlah ulama salaf, mereka menjadikan hal tersebut sebagai tamimah seperti membacakannya (sebagai bacaan ruqyah) kepada orang yang sakit.

Adapun pendapat yang kedua adalah, tidak boleh menjadikan al-Qur’an sebagai tamimah. Pendapat ini diketahui berasal dari Abdullah bin Mas’ud dan Hudzaifah –radhiallahu ‘anhuma- serta sejumlah ulama salaf dan khalaf. Mereka mengatakan, tidak boleh menggantungkan jimat (tamimah) meskipun tamimah tersebut adalah al-Qur’an, dalam rangka menutup dan memotong jalan menuju kesyirikan dan mengamalkan keumuman hadits. Karena hadits-hadits yang melarang menggunakan tamimah adalah hadits-hadits yang bersifat umum, dan juga tidak ada pengecualiannya.

Sehingga kewajiban bagi kita adalah, mengamalkan keumuman hadits-hadits tersebut, sehingga tidak boleh menggunakan tamimah sama sekali, karena hal tersebut dapat menyebabkan pemakaian tamimah (dari al-Qur’an) dan dari selain al-Qur’an), juga menimbulkan kerancuan (apakah tamimah tersebut adalah al-Qur’an atau bukan).

Sehingga, wajib untuk melarang segala bentuk penggunaan tamimah, inilah pendapat yang tepat karena jelasnya sisi pendalilannya. Kalau kita bolehkan menggunakan tamimah dari al-qur’an dan juga dari do’a do’a yang baik, maka hal ini akan membuka pintu (menuju kesyirikan), dan kerusakan pun meluas serta perkara tamimah jadi samar seluruhnya.

Dan juga selain alasan di atas ada juga alasan yang ketiga yaitu, terkadang orang yang menggunakan tamimah tersebut masuk toilet dan tempat-tempat kotor. Dan sudah kita ketahui bahwa kalamullah (al-Qur’an) tersucikan dari tempat-tempat tersebut dan tidak layak dibawa masuk ke tailet.

Sumber:
Diterjemahkan dari situs, https://binbaz.org.sa/fatawa/3

Aa Fahru Zaman

5 Safar 1439 H / 25 Oktober 2017

No comments

Powered by Blogger.