Takut Neraka dan Mengharap Surga
Saudaraku
seiman dan seakidah –semoga Allah merahmatimu-. Salahkah jika kita takut
terhadap neraka dan mengharapkan surga Allah? Tentunya takut dengan neraka dan
mengharap surga itu bukanlah sesuatu yang dilarang, bahkan takut terhadap
neraka dan mengharap surga dari Allah adalah suatu anjuran dari Allah dan
Rasul-Nya. Namun, tahukan wahai saudaraku seiman dan seakidah –semoga Allah
merahmatimu- bahwa ada beberapa kalangan yang melarang hal tersebut, mereka
yakini bahwa hal tersebut tidaklah dibenarkan karena dapat merusak keikhlasan.
Saudaraku
seiman dan seakidah –semoga Allah merahmatimu- mengharapkan pahala dan surga
Allah adalah sesuatu yang tidak akan merusak keikhlasan kita dalam beramal
karena Allah dan Rasul-Nyalah yang memerintahkan kita untuk mengharap pahala
dan surga.
Berikut
ini akan saya sebutkan perkataan mereka serta beberapa dalil yang menunjukkan
bahwa apa yang mereka katakan adalah salah.
Rabi’ah
al-‘Adawiyah mengatakan,
مَا عَبَدْتُهُ خَوْفًا
مِنْ نَارِهِ وَلاَ حُبًّا فِي جَنَّتِهِ فَأَكُوْنَ كَأَجِيْرِ السُّوْءِ، بَلْ
عَبَدْتُهُ حُبًّا لَهُ وَشَوْقًا إِلَيهِ
“Aku tidaklah menyembah-Nya karena takut
neraka, dan tidak pula karena mengharap surga-Nya sehingga aku menjadi seperti pekerja
yang buruk. Akan tetapi aku menyembah-Nya karena rasa cinta kepada-Nya dan rasa
rindu untuk berjumpa dengan-Nya.” (Ihyaa’ Uluum ad-Diin 4/310)
Perkataan Rabi’ah al-‘Adawiyah ini adalah
perkataan dan keyakinan yang salah, karena perkataan ini hanya mengedepankan
satu sifat saja yaitu mahabbah (cinta) sedangkan sifat orang-orang yang beriman
ketika beribadah ia menggabungkan antara khauf (rasa takut), mahabbah (cinta)
serta roja’ (Harapan) bukan hanya rasa cinta saja.
Dalil tentang sifat orang yang beriman
bahwasannya dalam beribadah ia takut neraka dan mengharapkan surga.
Allah Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (سورة الإسراء : 57)
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka
sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih
dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya
azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al-Isara’ : 57)
Allah Ta’ala berfirman tentang ‘Ibadurrahman
(hamba-hamab ar-Rahman yaitu Allah) bahwa mereka takut dengan azab neraka.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (الفرقان : 65)
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami,
jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan
yang kekal.” (QS. Al-Furqan : 65)
Juga Firman Allah tentang Nabi Zakariya dan
Nabi Yahya –‘alaihimassalam-,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (الأنبياء : 90)
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka
berdoa kepada kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu’ kepada kami. (QS. Al-Anbiya’ : 90)
Adapun dalil tentang rasa cinta dan rindu untuk
bertemu dengan Allah yaitu ditunjukkan dengan sabda baginda Rasulullah –shallallahu’alaihi
wa sallam-
وَأَسْأَلُك لَذَّةَ
النَّظْرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكِ
“Dan aku memohon kelezatan memandang wajah-Mu
dan kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu.” (HR. An-Nasaai no. 1305 dan
dishahihkan oleh syaikh al-Albani)
Kesimpulan
Wahai saudaraku seiman dan seakidah –semoga Allah
merahmatimu- bahwa keikhlasan bukan kita tidak mengharap surga dan tidak takut
neraka, akan tetapi ikhlas adalah kita beribadah kepada Allah karena cinta,
takut akan azab Allah serta mengharapkan ridha Allah dan surga-Nya. Inilah ikhlas
yang benar.
Wahai saudaraku seiman dan seakidah, maka
beribadahlah kepada Allah dengan penuh kecintaan kepada-Nya, penuh harap
kepada-Nya serta dengan penuh rasa takut Kepada azab-Nya, bukan hanya dengan
kecintaan saja.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad.
Aa Fahru Zaman
Jakarta, 17 Agustus 2017 M/24 Dzul Qa’dah 1438
H
Leave a Comment