Khiyar Dalam Jual Beli Bag. 3



Khiyar ada delapan macam, (1) Khiyar Majlis, (2) Khiyar Syarat, (3) Khiyar Ghabn, (4) Khiyar Tadlis, (5) Khiyar ‘Aib, (6) Khiyar at-takhbir bitsaman, (7) Khiyar yang diterapkan jika ada ketidak sepakatan antara penjual dan pembeli pada beberapa permasalahan, dan (8) Khiyar bagi pembeli apabila ia membeli sesuatu yang sifat barangnya ia ketahui berdasarkan informasi dari penjualnya sebelumnya kemudian ia (pembeli) mendapatkan bahwa sifat barangnya sudah berubah.

Pada bagian ketiga ini akan membahas, khiyar yang ke-4

4. KHIYAR TADLIS (KAMUFLASE BARANG)

Tidak dipungkiri lagi semua orang ingin menjual barangnya dengan harga tinggi. Sehingga terkadang ini mendorong mereka melakukan perbuatan tercela, seperti berbohong, menutupi kekurangan barangnya serta memolesnya supaya kelihatan lebih bagus dan menarik. Upaya-upaya ini terkadang menyeret pedagang berbuat tadlîs yang dilarang Islam karena mengandung unsur dusta (al-ghisy) dan membohongi orang lain (at-taghrîr).

Definisi Khiyâr Tadlîs

Kata tadlîs berasal dari bahasa Arab dari kata (الدَّلْسَة) yang berarti gelap; seakan penjual mengantar pembeli kedalam kegelapan dengan sebab tadlîsnya sehingga ia tidak sempurna melihat keadaan barang tersebut. Jadi, tadlîs adalah upaya menampakkan barang dalam bentuk yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Contohnya seorang yang menjual sapi perah untuk diambil susunya. Penjual ini sengaja tidak memerahnya dalam waktu tertentu agar pembeli menyangka sapi tersebut memiliki air susu yang banyak dan menyangka sapi ini memang senantiasa banyak susunya. Setelah sapi itu berpindah kepemilikan ke tangan pembeli, baru tampak aslinya yang tidak sesuai dengan yang diduga.

Bentuk Pemalsuan.

Bentuk pemalsuan pada barang sangat banyak sekali, khususnya di zaman ini. Syaikh Abdullâh bin Abdirrahmân aliBasâm t menyatakan, “Amat disayangkan, mayoritas transaksi yang dilakukan masyarakat di zaman sekarang berlangsung diatas asas ini (yaitu penipuan dan pemalsuan (red)). Mereka menganggapnya sebagai satu hal yang biasa dan tidak merasa takut dengan akibat negatif perbuatan mereka. Ini menjadi sebab tertahannya hujan dan terjadinya kekeringan serta menghilangkan barakah.

Bila dilihat dari pandangan jenis tadlîs (pemalsuan) ini tidak lepas dari dua hal :
1. Menutupi aib atau kekurangan yang ada pada barang
2. Memperindah dan memoles barang tersebut dengan sesuatu yang dapat mendongkrak harga.

Dasar Pensyariatan Khiyâr Tadlîs

Pembeli yang tertipu dengan tadlîs seperti diatas memiliki hak khiyâr untuk menggagalkan atau ridha dengan yang ada. Hal ini didasarkan kepada hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi :

أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ :لاَ تُصَرُّوا الْإِبِلَ وَالْغَنَمَ فَمَنْ ابْتَاعَهَا بَعْدُ فَإِنَّهُ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ بَعْدَ أَنْ يَحْتَلِبَهَا إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ وَإِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَصَاعَ تَمْرٍ

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melakukan at-tashriyah (menahan air susu tanpa diperas) pada onta dan kambing. Siapa yang membelinya (sapi atau kambing dalam keadaan sudah ditahan susunya-red), maka ia boleh memilih satu diantara dua (melanjutkan transaksi atau menggagalkannya) setelah memeras susunya; apabila ia ingin maka ia menahannya (artinya melanjutkan transaksinya-red) dan bila ingin, ia boleh juga mengembalikannya dengan tambahan satu sha’ kurma.

Dalam hadits yang mulia ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang at-tashriyah yang mengandung unsur tadlîs dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan at-tashriyah sebagai sebab khiyâr. Ini menunjukkan syariat khiyâr bila ada tadlîs (pemalsuan) dalam suatu transaksi.

Demikianlah, tadlîs dalam jual beli diharamkan. Syariat membolehkan pembeli untuk mengembalikan barang dan meminta uangnya. Karena ia membeli barang berdasarkan sifat dan keadaan barang yang ditampilkan penjual dan seandainya mengetahui barang tersebut tidak sesuai dengan tampilan tersebut tentu ia tidak ingin membelinya.

Oleh karenanya wajib bagi seorang muslim untuk jujur dan menjelaskan hakekat barangnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Jual beli itu dengan khiyâr (hak pilih) selama belum berpisah atau hingga keduanya berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan maka keduanya diberi barakah dalam jual beli mereka dan bila keduanya menyembunyikan aib dan berdusta maka barakah jual beli mereka dihapus [HR al-Bukhâri no. 1737]

Dalam hadits ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umatnya agar berlaku jujur dalam jual beli dan beliau n menjelaskan bahwa kejujuran itu bisa mengundang barakah harta dan kedustaan menjadi sebab terhapusnya barakah harta.
Wabillahi taufiq.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


No comments

Powered by Blogger.