Sebab-Sebab Warisan
Sebab-sebab
warisan ada tiga, yaitu:
Pertama, Nasab
Nasab
adalah kekerabatan, yaitu hubungan antara dua orang dengan sebab kelahiran baik
dekat maupun jauh hubungannya. Di sini mencakup al-ushul (Ayah, Ibu,
Kakek dari jalur ayah dan terus ke atas dari jalur laki-laki dan Nenek yang
hubungan kekerabatannya kepada pewarits tidak dari laki-laki yang sebelumnya
perempuan), al-furu’ (Anak, Anak dari anak laki-laki dan terus kebawah
dari jalur laki-laki) dan al-hawasyi (Sadara/i, anak-anak laki-laki dari
saudara laki dan terus kebawah dari jalur laki-laki, paman dari jalur ayah dan
terus ke atas dari jalur laki-laki, anak-anak laki-laki paman dari jalur ayah
dan terus kebawah dari jalur laki-laki). Allah Ta’ala berfirman
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا
تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ
نَصِيبًا مَّفْرُوضًا
Artinya, “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisaa : 7)
Kedua, Nikah
Nikah
yaitu ikatan (pernikahan) suami istri yang sah meskipun belum melakukan jima’
(hubungan biologis) dan ber-khalwat (berdua-dauan antara suami dan
istri). Maka atas dasar pengertian tersebut watha` syubhat dan zina tidak
termasuk pernikahan dan tidak saling mewarisi meskipun karena hal tersebut
melahirkan keturunan. Juga nikah fasid tidak mendapatkan warisan.
Sebab
ikatan pernikahan yang sah inilah maka suami mewarisi harta istri dan istri
juga mewarisi harta suami meski belum melakukan jima’ (hubungan
biologis/hubungan suami istri). Allah Ta’ala berfirman:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ
أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ
فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِن
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ
فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّن
بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah 1/2 dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat 1/4 dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh 1/4 harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu.” (QS. An-Nisaa : 12)
Dari
ayat di atas diketahui bahwa suami dan istri saling mewarisi satu sama lain
selama ikatan pernikahan yang sah tersebut masih terjalin sampai meninggal
salah satu dari keduanya. Sehingga apabila terjadi talak bain maka keduanya
tidak saling mewarisi. Adapun talak raj’i maka mereka masih saling mewarisi
selama masih dalam ikatan pernikahan/masih dalam masa iddah. Akan tetapi para
ulama memberi rincian mengenai talak bain ini. Talak bain seperti apa yang
menjadikan keduanya tidak saling mewarisi? Ini akan dibahas tersendiri. Insyaallah.
Ketiga, Wala’
Adalah
wala’nya seorang budak yang dimerdekakan yaitu ikatan antara dirinya
dengan orang yang memerdekakannya dan ahli warisnya yang mewarisi dengan bagian
‘ashabah dengan sebab dirinya (‘ashabah binnafs) seperti ikatan
orang tua dengan anaknya, baik dimerdekakan secara sukarela atau karena
kewajibannya seperti karena nadzar atau zakat atau kafarah berdasarkan keumuman
dabda nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
إنما الولاء لمن أعتق
Artinya, “sesungguhnya wala’ itu bagi yang memerdekakan budak.” (HR. Bukhari)
Referensi:1). Al-Faraidh,
karya Syaikh Dr. Abdul Karim bin Muhammad al-Laahim
2). At-tahqiiqatul
Mardhiyyah fil Mabahitsil Fardhiyyah, karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin
Abdillah al-Fauzan
3). Ilmu
Waris, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, penerbit ash-Shaf Media
Aa
Fahru Zaman
Jakarta,
6 September 2017
Leave a Comment